Mengubah
Arah Kiblat Masjid
Pada suatu
hari, Kyai Kholil sedang melihat masjid yang sedang dibangun oleh menantu
beliau yaitu Kyai Muntaha. Ketika melihat arah kiblat pada masjid tersebut,
Kyai Kholil menegur sang menantu yang alim itu untuk membetulkan arah kiblat
masjid yang sedang dibangunnya itu. Sebagai orang yg alim, Kyai Muntaha
mempunyai alasan dalam menentukan arah kiblat tersebut, beberapa argumen
ditunjukan kepada Kyai Kholil dalam penentuan arah kiblat tersebut.
Melihat menantunya tidak ada tanda-tanda untuk mendengar nasihatnya, Kyai
Kholil tersenyum sambil berjalan kearah tempat pengimaman di ikuti sang
menantu. Kyai Kholil mengambil sebuah kayu untuk melubangi dinding tembok arah
kiblat dan menyuruh Kyai Muntaha untuk melihat lubang pada dinding masjid di
tempat pengimaman. Betapa kagetnya Kyai Muntaha setelah melihat lubang itu,
sang menantu melihat dalam lubang kecil itu terlihat Ka’bah yang berada di
Makkah dengan sangat jelas. Dengan penglihatan itu, Kyai Muntaha heran dan
sadar bahwa arah kiblat yang menjadi kiblat bangunan masjidnya salah. Arah
kiblat bangunan masjid terlalu miring dan terbukti benar apa yang di
koreksi Kyai Kholil.
Membelah
Diri
Kesaktian lain dari Mbah Kholil, adalah kemampuannya membelah diri. Dia
bisa berada di beberapa tempat dalam waktu bersamaan. Pernah ada peristiwa aneh
saat beliau mengajar di pesantren. Saat berceramah, Mbah Kholil melakukan
sesuatu yang tak terpantau mata. ”Tiba-tiba baju dan sarung beliau basah
kuyup,” Cerita KH. Ghozi.
Para santri heran. Sedangkan beliau sendiri cuek, tak mau menceritakan
apa-apa. Langsung ngeloyor masuk rumah, ganti baju.
Teka-teki itu baru terjawab setengah bulan kemudian. Ada seorang nelayan
sowan ke Mbah Kholil. Dia mengucapkan terimakasih, karena saat perahunya pecah
di tengah laut, langsung ditolong Mbah Kholil.
”Kedatangan nelayan itu membuka tabir. Ternyata saat memberi pengajian,
Mbah Kholil dapat pesan agar segera ke pantai untuk menyelamatkan nelayan yang
perahunya pecah. Dengan karomah yang dimiliki, dalam sekejap beliau bisa sampai
laut dan membantu si nelayan itu,” Papar KH. Ghozi yang kini tinggal di
Wedomartani Ngemplak Sleman ini.
Menyembuhkan
Orang Lumpuh Seketika
Dalam buku yang berjudul “Tindak Lampah Romo Yai Syeikh Ahmad Jauhari Umar”
menerangkan bahwa Mbah Kholil Bangkalan termasuk salah satu guru Romo Yai
Syeikh Ahmad Jauhari Umar yang mempunyai karomah luar biasa. Diceritakan oleh
penulis buku tersebut sebagai berikut:
“Suatu hari, ada seorang keturunan Cina sakit lumpuh, padahal ia sudah
dibawa ke Jakarta tepatnya di Betawi, namun belum juga sembuh. Lalu ia
mendengar bahwa di Madura ada orang sakti yang bisa menyembuhkan penyakit.
Kemudian pergilah ia ke Madura yakni ke Mbah Kholil untuk berobat. Ia dibawa
dengan menggunakan tandu oleh 4 orang, tak ketinggalan pula anak dan istrinya
ikut mengantar.
Di tengah perjalanan ia bertemu dengan orang Madura yang dibopong karena
sakit (kakinya kerobohan pohon). Lalu mereka sepakat pergi bersama-sama berobat
ke Mbah Kholil. Orang Madura berjalan di depan sebagai penunjuk jalan.
Kira-kira jarak kurang dari 20 meter dari rumah Mbah Kholil, muncullah Mbah
Kholil dalam rumahnya dengan membawa pedang seraya berkata: “Mana orang itu?!!
Biar saya bacok sekalian.”
Melihat hal tersebut, kedua orang sakit tersebut ketakutan dan langsung
lari tanpa ia sadari sedang sakit. Karena Mbah Kholil terus mencari dan
membentak-bentak mereka, akhirnya tanpa disadari, mereka sembuh. Setelah Mbah
Kholil wafat kedua orang tersebut sering ziarah ke makam beliau.
Kisah
Pencuri Timun Tidak Bisa Duduk
Pada suatu hari petani timun di daerah Bangkalan sering mengeluh. Setiap
timun yang siap dipanen selalu kedahuluan dicuri maling. Begitu peristiwa itu
terus-menerus, akhirnya petani timun itu tidak sabar lagi. Setelah
bermusyawarah, maka diputuskan untuk sowan ke Mbah Kholil. Sesampainya di rumah
Mbah Kholil, sebagaimana biasanya Kyai tersebut sedang mengajarkan kitab Nahwu.
Kitab tersebut bernama Jurumiyah, suatu kitab tata bahasa Arab tingkat pemula.
“Assalamu’alaikum, Kyai,” Ucap salam para petani serentak.
“Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,“ Jawab Mbah Kholil.
Melihat banyaknya petani yang datang. Mbah Kholil bertanya: “Sampean ada
keperluan, ya?”
“Benar, Kyai. Akhir-akhir ini ladang timun kami selalu dicuri maling, kami
mohon kepada Kyai penangkalnya,” Kata petani dengan nada memohon penuh harap.
Ketika itu, kitab yang dikaji oleh Kyai kebetulan sampai pada kalimat “qoma
zaidun” yang artinya “zaid telah berdiri”. Lalu serta-merta Mbah Kholil
berbicara sambil menunjuk kepada huruf “qoma zaidun”.
“Ya.., Karena pengajian ini sampai ‘qoma zaidun’, ya ‘qoma zaidun’ ini saja
pakai sebagai penangkal,” Seru Kyai dengan tegas dan mantap.
“Sudah, Pak Kyai?” Ujar para petani dengan nada ragu dan tanda tanya.
“Ya sudah,” Jawab Mbah Kholil menandaskan.
Mereka puas mendapatkan penangkal dari Mbah Kholil. Para petani pulang ke
rumah mereka masing-masing dengan keyakinan kemujaraban penangkal dari Mbah
Kholil.
Keesokan harinya, seperti biasanya petani ladang timun pergi ke sawah
masing-masing. Betapa terkejutnya mereka melihat pemandangan di hadapannya.
Sejumlah pencuri timun berdiri terus-menerus tidak bisa duduk. Maka tak ayal
lagi, semua maling timun yang selama ini merajalela diketahui dan dapat
ditangkap. Akhirnya penduduk berdatangan ingin melihat maling yang tidak bisa
duduk itu, semua upaya telah dilakukan, namun hasilnya sia-sia. Semua maling
tetap berdiri dengan muka pucat pasi karena ditonton orang yang semakin lama
semakin banyak.
Satu-satunya jalan agar para maling itu bisa duduk, maka diputuskan wakil
petani untuk sowan ke Mbah Kholil lagi. Tiba di kediaman Mbah Kholil, utusan
itu diberi obat penangkal. Begitu obat disentuhkan ke badan maling yang sial
itu, akhirnya dapat duduk seperti sedia kala. Dan para pencuri itupun menyesal
dan berjanji tidak akan mencuri lagi di ladang yang selama ini menjadi sasaran
empuk pencurian.
Maka sejak saat itu, petani timun di daerah Bangkalan menjadi aman dan
makmur. Sebagai rasa terima kasih kepada Mbah Kholil, mereka menyerahkan hasil
panenannya yaitu timun ke pondok pesantren berdokar-dokar. Sejak itu,
berhari-hari para santri di pondok kebanjiran timun, dan hampir-hampir di
seluruh pojok-pojok pondok pesantren dipenuhi dengan timun.
0 Response to "Mbah Kholil Bangkalan Madura 2"
Post a Comment